Hai hujan, sudah lama kau tidak kemari. Sekarang kau ingin
menjadi apa menghampiri ku? Menjadi ingatan memori kah? Menjadi kenangan kah?
Menjadi tawa bahagia kah? Menjadi penghalang sedih ku kah? Atau hanya menjadi
hiasan di depan mata ku?
Hai hujan, begitu banyak memori yang kau berikan. Kau
seperti halnya sebuah penyimpan ingatan yang sangat besar. Seperi setiap tetes
mu membawa detail kecil ingatan itu kembali ke masa lalu. Masa yang aku
inginkan untuk kembali, untuk aku nikmati.
Hai hujan, kau tahu? Sudah berapa banyak khayalan yang
tercipta di pikiran ku karena mu. Khayalan yang mustahil. Tentang cinta,
tentang kasih sayang dan pengorbanan. Khayalan yang dapat membuat ku tersenyum,
merangsang setiap sel otak untuk membuatku senang.
Hai hujan, berteriak lah yang keras, bersama teman-teman mu.
Agar aku bisa membisik kepada perempuan yang ku suka, bahwa aku mencintainya.
Bahwa aku menyayanginya, lebih dari setiap temanmu yang jatuh menghantam bumi.
Hai hujan, jangan reda. Biarkan airmu mengalir ke tempat yang
lebih rendah, biarlah banjir menggenang. Seperti halnya hatiku yang mengalir
secara ikhlas kepadanya, biarlah itu menjadi sebuah tempat yang menenangkan
bagiku.
Hai hujan, peluk aku. Agar dengan begitu aku merasa hangat
dalam dingin mu. Agar dengan begitu aku tak sendiri lagi. Agar aku juga bisa
menemani dia, meski mungkin dia hanya melihat mu dari kaca jendela kamar nya.
Tapi dia tidak sadar bahwa aku bersamamu.
Hai hujan, kemarilah, kenapa kau diluar? Atau aku yang
menghampiri mu? Bolehkah? Aku dan kamu, bersama menghampiri dia. Perempuan yang
ku suka. Dengan harapan dia senang. Atau jangankah? Bagaimana bila dia menjadi
sedih? Bagaimana bila dia teringat masa lalu nya? Kenangannya? Atau apapun yang membuat dia sedih.
Hai hujan, berhentilah. Ku mohon. Kau telah membuat
banyak orang teringat dengan kenangannya. Kenangan yang nyata dan yang
dibuat-buat. Kenangan yang menyedihkan. Berhentilah.
-Choirul 12-11-2015, Jatinangor.
Comments
Post a Comment