Malam hari, ketika aku pulang
dari kampus, aku bersama temanku berkendara menuju pintu keluar kampus. Di
depan gerbang, sebelum aku keluar, ada seorang aktivis memberikanku bunga.
Kucium harum wanginya, berangan dalam ketenangan, dan aku tetap berkendara. Aku
meminta izin kepada temanku untuk ke kosan dia. Dia yang masih kucintai, walau
dia pun sudah mempunyai kekasih.
Apalah arti cinta bila karena orang lain
perasaanku kandas? Lantas aku diizinkan oleh temanku. Aku mendatangi kosannya.
Seribu kenangan mengingatkan kembali padanya. Pada malam itu, di meja ini,
kursi ini, lalu halaman depan yang kosong, seorang penjaga melintasi gerbang,
aku menatap matanya dan menyatakan kecintaanku kepadanya. Aku masih ingat
setiap hening yang tercipta di antara kami, kecanggungan untuk beraksi, dan dia
yang selalu memulai pembicaraan hangat, mengawang kesana kemari, menceritakan
pengalamannya. Aku mendengarkan dengan penuh hikmat, membuka ruang imajinasi
di dalam otakku. Lalu aku kembalikan kepadanya, sebuah pernyataan dengan sungguh
dan sebuah penyesalan yang tersirat. Tapi yang terpenting adalah sebuah
perasaan. Dimana aku akan merasa senang ketika dia pun senang.
Maka malam ini, aku memakai
bunga sebagai sarana untuk memberikan kau sedikit senang. Aku mulai menuliskan
beberapa kata singkat di selembar kertas yang ku sobek asal, yang mungkin siapa
saja bisa menuliskan kalimat seperti itu. Kemudian aku berjalan menuju
kamarnya. Dengan suasana hati yang khawatir jika dia tiba-tiba membuka pintu
dan memergokiku secara tak sengaja, dan dengan kaki yang gemetar karena
perasaan takut bila bunga ini tak tersampaikan.
Aku menaruh di depan pintumu dan
di atas lantai, terdengar beberapa suara ramai di dalam kamarnya, mungkin dia
sedang bersama teman-temannya. Itu membuatku lebih takut, aku akan semakin
malu bila dia keluar dan teman-temannya melihatku. Ketika aku simpan bunga
itu, ku titipkan rasa cintaku pada bunga, semoga nanti malam atau esok pagi
ketika dia menemukan bunga itu, dia akan merasa bahwa hidupnya lebih berarti,
bahwa hidupnya juga ada di hidup orang lain yang mencintainya. Aku simpan
baik-baik, kemudian aku pergi bersama temanku. Aku pulang dan mungkin menunggu
pesan yang datang darinya. Mungkin dia akan mengira, bahwa bunga itu dariku
karena tulisanku dan gaya bahasa yang sering aku perlihatkan padanya.
Malam berlalu, pagi terlewat, aku
masih menunggu, tapi aku tidak mau terlalu percaya diri bahwa dia akan mengira
itu aku. Aku hanya takut bila bunga itu tidak tersampai, kemudian cinta yang
aku titipkan tidak diterima olehnya.
Di hari berikutnya, aku bermimpi.
Aku memasuki kamarnya, ketika itu dia sedang pergi, dan aku melihat-melihat
barang yang disimpan dan dipajang olehnya. Aku melihat sebuah batu yang aku
berikan kepadanya, aku melihat gambar-gambar tangannya, sebuah kasur yang belum
dirapihkan dan beberapa buku diatas meja, kemudian aku memalingkan wajah ke
tempat lain, ada satu benda yang sangat kukenali bentuk rupa nya. Bertangkai
dan berdaun, sebuah bunga berwarna peach yang
malam itu aku berikan kepadanya. Aku senang sekali melihat bunga tersebut.
Apakah mungkin bunga itu sudah sampai kepadamu? Bersama titipan yang aku
berikan dan tulisan yang aku cantumkan. Di dalam mimpiku, aku tersenyum. Begitu
aku terbangun, aku tersenyum. Mungkinkah ini pertanda baik? Bahwa dia telah
senang mendapatkan bunga itu. Semoga saja.
Pada pagi hari, aku memainkan
hapeku, membuka beberapa media sosial milikku. Aku melihat sebuah status dari
salah satu medsosnya, seperti nya dia mengganti foto profil, aku penasaran
dengan kemudian aku lanjutkan membuka foto profil tersebut. Betapa senang aku
melihat dia berfoto bersama bunga itu. Dia memberikan senyuman terbaik, dan
dengan wajah yang selalu cantik dan semakin cantik. Dia menjadikan itu sebagai
foto profilnya. Ya Tuhan aku senang sekali. Aku senang melihatnya tersenyum.
Aku memberitahukan kepada
temanku. Tetapi yang kudapat adalah pelemahan atas pernyataanku. Mungkin saja
dia senang karena dia mengira pacarnya jauh-jauh memberikan bunga itu untuknya,
atau mungkin saja dia tidak pernah terpikir sama sekali bahwa akulah yang
memberikan bunga itu, atau mungkin saja dia berpikir ada seorang lain lagi yang
mencintainya, bukan aku, bukan pacarnya. Tetapi aku kembalikan lagi. Bila
tujuan ku mencintainya adalah untuk menjadi kekasihnya, maka disitulah arti
cinta telah mati.
Aku mencintainya dengan tulus,
aku mencintainya agar dia selalu senang dan bahagia, aku mencintainya agar dia
merasa dicintai.
Ch 10-03-2016
Comments
Post a Comment