Skip to main content

Bunga

Malam hari, ketika aku pulang dari kampus, aku bersama temanku berkendara menuju pintu keluar kampus. Di depan gerbang, sebelum aku keluar, ada seorang aktivis memberikanku bunga. Kucium harum wanginya, berangan dalam ketenangan, dan aku tetap berkendara. Aku meminta izin kepada temanku untuk ke kosan dia. Dia yang masih kucintai, walau dia pun sudah mempunyai kekasih.
Apalah arti cinta bila karena orang lain perasaanku kandas? Lantas aku diizinkan oleh temanku. Aku mendatangi kosannya. Seribu kenangan mengingatkan kembali padanya. Pada malam itu, di meja ini, kursi ini, lalu halaman depan yang kosong, seorang penjaga melintasi gerbang, aku menatap matanya dan menyatakan kecintaanku kepadanya. Aku masih ingat setiap hening yang tercipta di antara kami, kecanggungan untuk beraksi, dan dia yang selalu memulai pembicaraan hangat, mengawang kesana kemari, menceritakan pengalamannya. Aku mendengarkan dengan penuh hikmat, membuka ruang imajinasi di dalam otakku. Lalu aku kembalikan kepadanya, sebuah pernyataan dengan sungguh dan sebuah penyesalan yang tersirat. Tapi yang terpenting adalah sebuah perasaan. Dimana aku akan merasa senang ketika dia pun senang.

Maka malam ini, aku memakai bunga sebagai sarana untuk memberikan kau sedikit senang. Aku mulai menuliskan beberapa kata singkat di selembar kertas yang ku sobek asal, yang mungkin siapa saja bisa menuliskan kalimat seperti itu. Kemudian aku berjalan menuju kamarnya. Dengan suasana hati yang khawatir jika dia tiba-tiba membuka pintu dan memergokiku secara tak sengaja, dan dengan kaki yang gemetar karena perasaan takut bila bunga ini tak tersampaikan.

Aku menaruh di depan pintumu dan di atas lantai, terdengar beberapa suara ramai di dalam kamarnya, mungkin dia sedang bersama teman-temannya. Itu membuatku lebih takut, aku akan semakin malu bila dia keluar dan teman-temannya melihatku. Ketika aku simpan bunga itu, ku titipkan rasa cintaku pada bunga, semoga nanti malam atau esok pagi ketika dia menemukan bunga itu, dia akan merasa bahwa hidupnya lebih berarti, bahwa hidupnya juga ada di hidup orang lain yang mencintainya. Aku simpan baik-baik, kemudian aku pergi bersama temanku. Aku pulang dan mungkin menunggu pesan yang datang darinya. Mungkin dia akan mengira, bahwa bunga itu dariku karena tulisanku dan gaya bahasa yang sering aku perlihatkan padanya.

Malam berlalu, pagi terlewat, aku masih menunggu, tapi aku tidak mau terlalu percaya diri bahwa dia akan mengira itu aku. Aku hanya takut bila bunga itu tidak tersampai, kemudian cinta yang aku titipkan tidak diterima olehnya.

Di hari berikutnya, aku bermimpi. Aku memasuki kamarnya, ketika itu dia sedang pergi, dan aku melihat-melihat barang yang disimpan dan dipajang olehnya. Aku melihat sebuah batu yang aku berikan kepadanya, aku melihat gambar-gambar tangannya, sebuah kasur yang belum dirapihkan dan beberapa buku diatas meja, kemudian aku memalingkan wajah ke tempat lain, ada satu benda yang sangat kukenali bentuk rupa nya. Bertangkai dan berdaun, sebuah bunga berwarna peach yang malam itu aku berikan kepadanya. Aku senang sekali melihat bunga tersebut. Apakah mungkin bunga itu sudah sampai kepadamu? Bersama titipan yang aku berikan dan tulisan yang aku cantumkan. Di dalam mimpiku, aku tersenyum. Begitu aku terbangun, aku tersenyum. Mungkinkah ini pertanda baik? Bahwa dia telah senang mendapatkan bunga itu. Semoga saja.

Pada pagi hari, aku memainkan hapeku, membuka beberapa media sosial milikku. Aku melihat sebuah status dari salah satu medsosnya, seperti nya dia mengganti foto profil, aku penasaran dengan kemudian aku lanjutkan membuka foto profil tersebut. Betapa senang aku melihat dia berfoto bersama bunga itu. Dia memberikan senyuman terbaik, dan dengan wajah yang selalu cantik dan semakin cantik. Dia menjadikan itu sebagai foto profilnya. Ya Tuhan aku senang sekali. Aku senang melihatnya tersenyum.

Aku memberitahukan kepada temanku. Tetapi yang kudapat adalah pelemahan atas pernyataanku. Mungkin saja dia senang karena dia mengira pacarnya jauh-jauh memberikan bunga itu untuknya, atau mungkin saja dia tidak pernah terpikir sama sekali bahwa akulah yang memberikan bunga itu, atau mungkin saja dia berpikir ada seorang lain lagi yang mencintainya, bukan aku, bukan pacarnya. Tetapi aku kembalikan lagi. Bila tujuan ku mencintainya adalah untuk menjadi kekasihnya, maka disitulah arti cinta telah mati.

Aku mencintainya dengan tulus, aku mencintainya agar dia selalu senang dan bahagia, aku mencintainya agar dia merasa dicintai.


Ch 10-03-2016

Comments