Pagi itu adalah pagi terindah
yang pernah dialami Anjing.
Pada pukul 3 pagi, si Anjing
mengajak Cendrawasih mengobrol di sebuah batu di ujung jalan dekat dengan
sungai. Hanya cahaya bulan purnama yang berhasil menyinari mereka berdua,
ditambah suara gemericik arus sungai yang saling beradu untuk memecah kesunyian
dalam diri mereka masing-masing. Pada beberapa saat, mereka lebih banyak
berdiam dan khidmat mendengar suara jangkrik di kejauhan dan suara bisik angin
yang merayap di tubuh mereka. Anjing melihat mata Cendrawasih yang dipaksa
menahan kantuk karena memang itu adalah waktu-waktu para binatang untuk tidur,
bulu-bulunya yang indah dan tebal bergoyang ketika ia berlenggok dan mengatur
posisi duduknya, sesekali mereka saling menatap, dan lalu menghindar untuk
saling menunduk karena tersipu malu ketahuan saling lirik.
Sedikit banyak mereka mengobrol,
tentang apa saja. Apa saja. Termasuk dengan jenis-jenis binatang,
sifat-sifatnya, juga kemungkinan-kemungkinan apa yang akan terjadi nanti di
dunia binatang. Terkadang mereka berbicara tentang ‘apa itu perasaan?’
‘Bagaimanakah harus menyikapinya?’ ‘Wajarkah apabila dua binatang yang berbeda
jenis dapat hidup bersama?’ ‘Mungkinkah?’
Setelah hampir satu jam mereka
berbicara ngalor-ngidul, Anjing memulai percakapan tentang bagaimana dirinya
dan perasaannya terhadap Cendrawasih. Dikatakan bahwa Anjing mulai dekat dan
memiliki ketertarikan terhadapnya dari lima bulan yang lalu. Untunglah Anjing
bertemu Cendrawasih, sehingga dari pertemuan itu dihasilkan sebuah rasa yang
mendalam dan nyata kepada Cendrawasih. Sebenarnya apa yang ingin dikatakan
Anjing saat ini adalah hal yang sama ketika ia ingin mengutarakan pernyataanya
kepada Cendrawasih sebulan yang lalu. Tapi momentum yang diinginkan belum
didapatkan. Dan, mungkin pada saat inilah Anjing menjemput momen itu. Dia
mencoba untuk menciptakannya. Maka terjadilah sebuah kenangan yang akan melekat
bertahun-tahun lamanya.
Pada mulanya dia bercerita
tentang pertemuannya dengan Cendrawasih, kapan mengenalnya, kapan mulai
memiliki kedekatan, kapan pula pertama kali mencintainya. Mungkinkah pagi ini
akan tercipta bila mereka tidak saling kenal sebelumnya? Cendrawasih bercerita
bahwa dia senang dengan apa yang dilakukan Anjing kepadanya, dengan perjalanan
yang pernah dilakukan bersama, dengan cerita-cerita Anjing yang dipercayakan
kepadanya untuk diungkapkan, dengan setiap obrolan yang diucapkan dari
masing-masing mulut.
Tiba-tiba bulan menghilang, dan
akan digantikan oleh cahaya fajar. Pada saat itu suasana menjadi gelap, tapi
mereka masih bisa saling melihat dengan samar. Ketika itu pula Anjing
mengatakan tentang kejujuran, bahwa dia mencintai Cendrawasih. Rona wajah
Cendrawasih berubah menjadi bersemi, tersenyum tersipu malu, sekaligus senang
mendengar kejujuran itu, sedangkan Anjing merasa lega karena sudah mengeluarkan
apa yang selalu tertahan di bibir. Kemudian, rintik hujan mulai turun menyirami
bumi yang cukup kering setelah seharian diterpa panas matahari. Satu persatu
air menetes di atas kepala mereka. “kiranya kita harus pindah ke tempat yang
terlindungi dari air hujan ini” kata Anjing.
Akhirnya mereka pun pindah ke
sebuah goa. Disana mereka duduk menghadap mulut goa, menyaksikan ribuan tetes
air yang terjun menghantam tanah, batu-batu, dedaunan. Mereka hening dalam
suasana yang maha senang. Kapankah mereka berdua pernah dalam keadaan ketika
subuh, udara pagi, serta wangi hujan bersatu menjadi instrumen yang sungguh
menyejukan indera penglihatan, pendengaran, dan penciuman. Udara yang sedikit
dingin perlahan menyelimuti tubuh mereka. Terkadang dari mereka ada yang
meringkuk guna menghangatkan tubuh, tapi mereka tidak bisa saling peluk karena mereka
belumlah menjadi apa-apa.
Mereka berdua masih memandang ke
luar. Dengan suara pelan, bercerita lagi tentang mereka berdua, saling ungkap
cerita dan rahasia yang sempat disembunyikan, lalu satu persatu mulai menjadi
kesatuan cerita dari mereka berdua, sebuah perjalanan hidup Anjing dan
Cendrawasih. Anjing mengaku belum pernah ada di kejadian seperti ini, sebuah
peristiwa berharga yang pastilah sangat sulit dilupakan, bahkan bersama
binatang yang dicintainya. “Ini sangat menakjubkan” bisik Anjing.
Mereka berdua sekali lagi saling
tatap, lalu saling lempar senyum.
Setelah pagi agak terang, tetapi
hujan masih datang, tapi tak sebesar biji jagung, lebih tepatnya seperti titik
jarum, mereka pergi dari goa itu, untuk mencari makan pagi bersama. Dibawalah
Cendrawasih ke sebuah pohon yang memiliki buah yang unik oleh Anjing. Katanya
“aku selalu ingin mengajakmu ke sini”
Mereka pun makan buah itu bersama
di bawah pohonnya, sembari dihangatkan oleh matahari pagi yang masih malu-malu
menyapa bumi. “Aku akan selalu senang bersamamu. Selalu” begitu bilang si
Anjing.
“Ya, dan aku selalu ingin
memberikan yang terbaik kepadamu. Karena kamu adalah binatang yang baik” balas
Cendrawasih.
Dan pagi itu adalah pagi terindah
yang pernah dialami Anjing.
25-03-2017
Ch
Comments
Post a Comment