Ada yang menarik dari sebuah
gunung yang terletak di kecamatan Ngablak, kabupaten Magelang, bentuk rupanya
bila dilihat dari sisi tenggara seperti lekukan punuk sapi, mungkin oleh sebab
itu dinamakan Andong. Gunung Andong dikelilingi oleh gunung Merbabu, Merapi,
Sindoro, Sumbing, Ungaran, dan Telemoyo, mungkin gunung –gunung tersebut
merupakan “pelindung” bagi Andong, karenanya jarang sekali ada badai disana.
Gunung dengan ketinggian 1726mdpl ini memiliki tiga puncak, yaitu puncak Makam,
puncak Andong, dan puncak Alap-alap. Ada sebuah bangunan di atas puncak Makam,
bangunan itu adalah sebuah makam yang diyakini seorang tokoh penyebar agama
Islam. Pemandangan diatas gunung Andong sangat indah, karena berlatar
gunung-gunung lain dan puncaknya yang khas seperti bergelombang, membuat gunung
ini menjadi tujuan para pendaki pemula untuk menaikinya, ditambah lagi rute
pendakian yang terbilang cukup mudah dan hanya menghabiskan satu jam perjalanan
dari basecamp desa Sawit. Bagi kebanyakan orang, gunung merupakan tempat untuk
rekreasi melepas penat setelah banyak tugas menumpuk di kantor ataupun kampus.
Tapi disisi lain, bagi warga lokal, gunung merupakan tempat untuk menyambung
hidup, bisa dalam berjualan, bertani, atau berkebun. Seorang bapak yang kami
temui di puncak Andong adalah penjual dan pemilik warung yang bertempat di
puncak Andong. Aku terkejut, kenapa ada sebuah bangunan semi permanen diatas
puncak, bahkan sampai empat warung. Warung dengan ukuran 3x6 meter ini dibuat
dalam tempo satu hari, berlapiskan plastik, bertiangkan bambu, dan beratapkan
terpal dan cukup kokoh untuk ditempati. Persis seperti sebuah rumah dengan
dapur dan ruang tengah yang luas. Siapapun bisa bermalam disana dan memesan
makanan dengan harga yang masih relatif murah. Sekarang mendaki gunung bukan
perkara susah lagi, semuanya sudah nyaman, dari jalur yang sudah disemen atau
dibuat tangga, sampai banyaknya penjual di tiap pos pendakian bahkan di puncak
gunung. Aku berani bilang, naik gunung hanya tinggal membawa uang saja. Tetapi
gunung tetaplah gunung, sebuah alam bebas yang tak satu orangpun bisa
memprediksi apa yang akan terjadi setelahnya. Lain cerita bagi bapak sang
pemilik warung, baginya gunung sudah seperti rumah kedua, disitulah dia mencari
nafkah dan menghabiskan lebih banyak waktu bersama istri. Bayangkan jarak yang
ditempuh beliau setiap hari, ditambah stok bahan-bahan makanan dan air bersih
yang dibawanya dari bawah gunung ke warungnya. Sungguh aku menghormati para
pedagang di gunung, dalam cuaca yang begitu dingin dan jauhnya perjalanan,
mereka tetap semangat dalam bekerja menghidupi keluarga ditambah senyuman yang
selalu mereka berikan kepada pengunjung. Maka dari itu, kita selaku penggiat
alam agar selalu menghargai dan melestarikan alam. Alam dibagikan kepada
manusia oleh Tuhan untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya, bukan untuk dirusak atau
dieksploitasi.
Aku Gendong Gunung Andong.
Comments
Post a Comment