Bagi masyarakat di sekitar
Bandung timur dan Kabupaten Sumedang, nama Manglayang sudah tidak asing lagi.
Sebuah gunung dengan ketinggian 1818mdpl berdiri megah dengan puncak
bayangannya yang seperti cula. Untuk bisa sampai ke puncak Manglayang, jangan
berharap perjalanan yang nyaman dan tidak menyiksa dengkul. Diperlukan waktu
15-20 menit menggunakan motor dari Pangkalan Damri Jatinangor menuju Baru
Beureum atau warung Emak (pos 1), lalu dilanjutkan tracking selama 1-3 jam dengan medan yang sangat menanjak dan curam
dari awal pendakian sampai puncak dan tanpa “bonus”, tak jarang kita akan scramble sambil memegang akar-akar
pohon.
Gunung ini memiliki spot terbaik
untuk menikmati keindahan Bandung timur di malam hari, tetapi bukan hanya
Bandung timur, Sumedang dan Garut juga menjadi bonus dalam melihat kemerlip lampu-lampu
berwarna oranye yang tersebar di sekeliling gunung, seakan kita sedang
bertamasya di alam semesta, dikaki kita tersebar jutaan cahaya menari-nari dan
dikepala kita terhempas milyaran bintang menyambut untuk memanjakan mata-mata
kita yang telah lelah melihat hiruk pikuk kehidupan ini. Ditambah hangat nya
api unggun yang menyelimuti tubuhku, membuat tenda hanya sebagai penghias. Aku
lebih memilih diluar, bermain api, meminum kopi, memandang city light, dan sesekali berbaring menghadap langit, berharap aku
bisa berpindah ke planet lain untuk bisa memperhatikan diriku yang sedang
melihat angkasa. Kemudian aku bertanya-tanya. Apakah benar hanya kami
satu-satunya makhluk hidup yang ada di jagat raya seluas ini? Apakah tidak
mungkin bahwa ada planet lain yang mirip bumi dan bisa ditinggali? Atau
jangan-jangan memang ada kehidupan lain selain di bumi. Lalu dimanakah kediaman
Tuhan? Ya Tuhan, ternyata kami sombong sekali, kami hanya sekecil ini, kami
yang sedang berkhayal bisa mengalahkanMu, padahal ilmu kami hanya air yang
tersisa di satu jari yang kami celupkan ke laut, sedangkan ilmuMu laut itu
sendiri. Inilah yang aku dapatkan ketika aku bermain ke alam bebas. Ke gunung,
tebing, dan pantai. Selalu saja ada sesuatu yang membuat aku bersyukur dan
merendah. Bahwa aku tidak akan pernah bisa berbuat sombong, ketika mengingatNya.
Dia yang menciptakan dan juga yang mematikan. Dia Yang Maha Kuasa.
Pagi hari, aku dihadiahi
kemunculan matahari di sela-sela hamparan awan putih yang membungkus kota.
Sengatannya menyadarkanku bahwa aku akan dihadapkan kembali dengan kepaitan
hidup dan orang-orang yang berlomba dalam keduniawian. Sungguh Tuhan, aku juga
tergolong orang-orang yang seperti itu.
Comments
Post a Comment