Skip to main content

Sang Penjual Kelapa

Aku membeli kelapa muda sore ini, dan membayangkan:

Sang penjual kelapa sama sekali tidak tahu apa yang dipikirkan oleh pembelinya.
Ada yang jauh-jauh menahan rasa inginnya untuk membeli sebuah kelapa segar, manis, dan dingin. Begitu dibelinya, dahaga yang tertahan itu akhirnya melesat menuju langit malam, memuncak, kemudian mencair dalam bisik suara “aaahhhhh.” Sang penjual tidak mengetahuinya.

Ada pula yang membeli kelapa tersebut hanya untuk memuaskan idam-idaman istrinya, karena sedang hamil. Ia nurut dalam perintah, dan mengeluarkan uang sejumlah yang dibayarkan. Ia sungguh pasrah melakukan  itu, tanpa ada penyesalan meskipun terkesan dipaksakan. Sang penjual tidak mengetahuinya.

Ada pula yang membeli kelapa tersebut untuk hadiah kepada pacarnya, berharap mendapat pelukan dan ucapan terima kasih dari kekasihnya itu. “Jangan pakai manis, karena pacar saya sudah manis.” Kali ini sang penjual hanya mengetahui sedikit, selebihnya apa yang akan terjadi dia tak pernah tahu.
Sang penjual hanya mengupas kelapa, mengambil daging dan airnya, ditambah dengan gula dan sedikit susu, setelahnya dijual, dibawa pulang atau makan langsung, dalam bentuk plastik atau gelas. Sang penjual hanya tahu itu.

Ada pula yang membeli kelapa tersebut untuk pengobatan suatu penyakit tertentu atau memang untuk menjaga kesehatan. Mereka beli banyak yang padahal mereka juga bisa ambil banyak-banyak di pohon. Tapi dengan sukarela mereka membayarnya. Sang penjual tidak mengetahuinya.

Ada pula yang membeli kelapa tersebut karena kasihan melihat raut wajah sang penjual yang seperti seharian belum makan dan dagangan belum laku juga, ketika membelinya pun, ia sengaja melebihkan uangnya agar sebagai sedekah kepadanya. Tapi, sang penjual tidak mengetahuinya.

Yang ia ketahui hanyalah sebuah pertanyaan “apakah ia mencintai kelapa tersebut”, tapi dari kelapa itu ia bisa hidup.

24-07-2017

Ch

Comments