Seorang pemuda asal Jakarta
berinisial CH (23) ditemukan tergeletak di kamar kos temannya sudah tidak
memiliki motivasi hidup. Diketahui oleh Abdul (bukan nama sebenarnya) bahwa
setelah pulang mengikuti tes Pauli di Dipatiukur dan terkena hujan lebat, CH
memilih untuk selonjoran di atas kasur. “Gatau, pokoknya kasur udah basah aja
sama dia. Pas saya tanya “et, lu ngapa?” dia cuman nggeleng aje” begitu kata si
Abdul.
Tes Pauli atau biasa juga dikenal
dengan tes Koran adalah salah satu rangkaian tes untuk memasuki sebuah
perusahaan. Tes tersebut berguna untuk melihat atau mengukur ketahanan diri,
fokus, dan ketelitian dalam bekerja. Efek lain dari tes Pauli adalah juga
menahan mual di dalam perut, melatih batas kesabaran diri, memanajemen ee agar
tidak keluar di tengah-tengah sesi tes.
Sialnya, tes tersebut menggunakan
media Angka, yang mana bagi anak Sastra itu seperti ujian Cunin. Tapi,
sebenarnya gampang sekali mengerjakannya, kita hanya perlu menjumlahkan angka
yang berderet dari atas atau bawah, tulis di sisi kanan angka-angka tersebut
(hasil penjumlahannya), kemudian apabila ada aba-aba pindah atau garis,
sampeyan jangan lari, tapi tetap kerjakan tes tersebut dan mematuhi
perintah-Nya. Tainya adalah Kertas Tes Pauli sebesar A3 bolak balik. Hakan siah
goblog!
Hampir kehilangan kesadaran
Esa (nama depannya bukan
Ketuhanan Yang Maha) mengaku di tengah-tengah mengerjakan tes Pauli ia hampir
kehilangan kesadaran. “Tadi pas udah di menit 20an atau pergantian ke 6, aku
nyaris pingsan hehe, untung aku kaget pas ada yang teriak “YA ALLAH, TOLONGGG!!!”
Esa memberikan pengakuan tersebut sambil cengengesan, biasa katanya bawaan
orok.
“Iya, tadi katanya yang teriak 'tolong' itu udah ga kuat. Kata panitia dari kupingnya keluar Sup Ayam.” Ketika ditanya
Sup Ayam seperti apa yang keluar oleh kami, panitia hanya menangis sesenggukan
meminta maaf kepada para peserta. Panitia tersebut mencoba untuk berkomitmen
untuk tidak lagi memberikan tes Pauli kepada anak-anak bidang SOSHUM, lebih
baik kasih pantun dan tebak gambar saja.
Kehilangan kesadaran sepertinya juga
menjadi rutinitas CH (meskipun sampai saat ini kami hanya menemukan secarik
kertas yang ditempel di jidatnya). Pengakuan CH di kertas tersebut, yaitu: “Kepalaku
pening, perutku langsing, gigiku menguning, hari ini Selasa Pahing, mataku
pangling, menjawab soal penting, tapi aku diam hening, karena otakku bening,
sudah tak bisa pusing, karena aku dying!”
Saksi Bisu Tes Pauli
Secarik kertas yang kami dapati
adalah saksi bisu kejamnya tes Pauli yang dilaksanakan perusahaan-perusahaan
bagi peserta yang tingkat kegoblogannya dalam matematika sangat astaghfirullah.
Setelah kami teliti lebih dalam, catatan tersebut ditulis oleh CH usai keluar
ruangan menuju mesjid hanya untuk mengadu ke Tuhannya. Berikut adalah seluruh
catatannya yang coba kami tuliskan:
Dear my Smartfren
Barusan aku tes Pauli. Di sana,
tiba-tiba aku menemukan banyak sekali manusia aneh. Awalnya terlihat biasa
saja. Namun setelah tes berlangsung selama 20 menit, aku melihat di ujung depan
ada seorang wanita yang kepalanya kleyengan. Menit 22, ada laki-laki yang
teriak “YAALLAH, TOLONG!” Panitia berhamburan menghampiri, fokus terpecah, ada
laki-laki yang ambil kesempatan untuk merobek kertas dan bikin kapal-kapalan. Menit
25 situasi terpantau aman kembali. Kondisiku saat ini kritis. Mata kering. Tangan
pegel. Hati kecewa.
Menit ke 30 kembali pecah. Aku lihat
di sebelah kanan saya ada laki-laki menggerutu, setelah dia berucap “CK, ampun
dah ga lagi-lagi” dia mengeluarkan botol saos Belibis dan langsung meminumnya
habis. Saya coba menenangkannya. “Udah mas, tahan mas, jangan diminum saosnya,
ntar saya beliin ayam Decik dulu biar kenyang nyocolnya.” Dia pun langsung
memelukku “saya udah ga kuat massssss...... huwaaa pengen berak banget :((((()
Akhirnya aku pun dilerai oleh satpam mal Parijs Van Java, gatau tiba-tiba
satpam tersebut lewat dan masuk ruangan ketika melihat keributan.
Menit ke 35, ada seorang wanita
yang mengacungkan tangan ke atas untuk meminta lembar kedua tes Pauli, kami
yang melihatnya saat itu merasa terhina, salah satu temanku yang bertubuh
gempal nyaris melempar wanita tersebut pakai badannya sendiri. Aku yang
derstadi megang linggis nyaris menombaknya. Salah satu wanita yang duduk di sebelahnya
sudah mendesis dan melototinya. Tapi kami tetap sabar, karena itulah ujian ini
dilaksanakan. Mungkin kalau tes Pauli sudah ada sejak jaman Nabi, ini akan
menjadi salah satu ibadah utama untuk menahan amarah dan mengendalikan diri.
Dari menit 38-45 aku tertidur
pulas. Pikiranku tiba tiba saja hilang dimakan angka-angka yang bergerak ke
sana ke mari. Aku terbangun ketika kupingku diludahi oleh jin. Aku melanjutkan
penahanan emosi diri dan batin ini. Dari yang sebelumnya aku bisa mengerjakan
sampai kira-kira 70 penjumlahan dalam satu pergantian sekarang hanya 15
penjumlahan. Kenapa bisa menurun? Karena yang aku lihat bukan lagi deretan
angka, tapi domba-domba yang sedang bermain egrang, tanah liat yang kalau
dilihat-lihat ternyata dia bisa lihat balik kita, kecoak di punggung orang
depan saya. Bahkan tak jarang aku meihat tulisan “mati, mati, mati” di kertasku. Aku trauma. Aku merasa seperti diancam oleh angka-angka tersebut.
Kira-kira di akhir sesi tes
Pauli, sudah ada 12 korban, 2 orang kejang-kejang serius, 3 orang otaknya
mengalami konsleting, 7 orang mengalami delusional akut seperti menganggap
panitia sebagai Munkar Nakir dan menganggap kertas koran seperti kain kafan, 5
orang lainnya mengalami kram jari sampai ke lengan, 3 orang patah ketek, dan 2
orang lumpuh total di bagian leher karena kelamaan nunduk dan waktu kuliah kalo
dipanggil gapernah nyaut. Tuh kan, aku ngitung jumlah korban aja salah. Gausah lihat
balik ke tulisan sebelumnya. Lanjut aja baca.
Aku keluar ruangan dan menuju
ketenangan, aku berbicara kepada Tuhan kenapa kau permalukan diri ini di
hadapan orang-orang jantan? Aku mulai menulis catatan ini, takut-takut kalau ketika
pulang ke kos teman, aku mengalami patah tulang rawan. Katanya dari 130 orang,
yang lolos hanya 20 orang. Dan rata-rata yang lolos adalah yang sampai ke
lembar kedua tes tersebut. Haha, Aku satu setengah halaman saja sudah merasa bisa
mengalahkan Fibonacci.
Tapi my Smartfren, seperti itulah
perjuangan, kita tidak boleh kalah dengan keadaan. Harus terus belajar dan
bekerja keras, agar nanti di masa depan kita menjadi orang yang bebas. CH (23)
Itulah isi secarik kertas yang
masih tertempel di jidat CH. Kru kami pun melihat keadaan dia yang mengenaskan
sangat tidak tega. Bila teman-teman pembaca ingin menyumbangkan harta
kekayaannya sebesar 2.000 Milyar, dipersilakan untuk menghubungi saya secepatnya.
Ditunggu sampai pagi. Mksh.
Comments
Post a Comment